Zsazya Seronita (redaksi@investor.id)
JAKARTA, investor.id – PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) berencana menyiapkan sejumlah bisnis baru, seiring tuntutan transisi energi di level global dan domestik.
Chief Financial Officer Adaro Lie Luckman mengatakan, perseroan berencana mengembangkan pembangkit listrik tenaga angin pembangkit listrik tenaga air atau hidro, serta pembangkit listrik berbasis surya.
“Sekarang kami menyiapkan bisnis-bisnis baru, sehingga ketika itu (cadangan batu bara) semakin menurun, kami memiliki bisnis baru untuk menjaga EBITDA dan financial performance ke depan,” ujar Luckman di Jakarta, baru-baru ini.
Ia menjelaskan, kemungkinan cadangan batu bara di wilayah konsesi Adaro nantinya berkurang meski cadangan yang ada saat ini masih cukup besar. Dengan rata-rata produksi batu bara oleh Adaro sekitar 50-60 juta ton per tahun dan bila mendapat perpanjangan konsesi dua kali sepuluh tahun ke depan, cadangan batu bara nantinya diperkirakan mendatar kemudian turun.
“Sementara kami punya waktu 10 tahun ke depan, kami bisa membangun wind, solar, dan hidro. Untuk membangun hydropower itu membutuhkan waktu sekitar 7-8 tahun, sedangkan yang lain mungkin bisa lebih cepat. Jadi strategi kita begitu,” ungkap Luckman.
Dijelaskan lebih rinci, manajemen Adaro berencana membuat suatu transformasi dari bisnis batu bara ke bisnis yang lebih memiliki masa depan, terbagi dalam tiga lini bisnis. Pertama, membuat bisnis dari energi yang dihasilkan batu bara ke energi terbarukan, yakni berupa pembangkit listrik tenaga angin, surya, dan air.
Luckman menyebutkan, Adaro mempunyai satu kawasan luas di Kalimantan Utara sekitar 14.000 hektar untuk mengembangkan pembangkit listrik tersebut. Ia meyakini, semua energi bersih yang dibutuhkan, tersedia di sana dan perseroan punya komitmen membangun di daerah tersebut.
Kedua, Adaro akan bertahap mengarah ke bisnis pertambangan mineral dari sebelumnya lebih banyak mengarah ke pertambangan batu bara. Diketahui, saat ini ADRO melalui PT Adaro Aluminium Indonesia tengah membangun smelter aluminium ramah lingkungan di Green Industrial Park Indonesia, Kalimantan Utara.
Ketiga adalah lini bisnis di bidang industri baterai, mobil listrik, dan industri lain yang merupakan hilirisasi dari dua lini bisnis sebelumnya yakni energi dan mineral. Semua lini bisnis baru ini pun Luckman yakini dapat membuat Adaro dan Indonesia masuk ke dalam persaingan dunia yang lebih baik.
“Kami tau komitmen Pak Presiden, Indonesia juga sangat punya potensi di bidang mineral. Kami punya potensi lahan yang luas serta potensi air. Sebenarnya itu merupakan suatu anugerah yang benar-benar bisa kita manfaatkan, ketimbang kami menghasilkan semua hasil tambang dan dijual ke luar negeri,” tandas dia.
Luckman mengakui bahwa di bidang keuangan saat ini sangat tidak mudah mencari pendanaan untuk bisnis tambang batu bara. Mengingat, pandangan ekonomi secara domestik maupun global telah berkomitmen pada target net zero emission, sehingga perseroan ikut mengarah ke sana.
“Ini membuka mata kami. Kami dipaksa melihat arah ke depan, tren dunia ke mana. Kami sadari itu. Awalnya memang kami melihat itu sebagai suatu ancaman bahwa bisnis kami adalah bisnis komoditas batu bara yang sangat kental dengan isu ESG. Kemudian kami mencoba melihat peluang-peluang ke depan,” sambung dia.
Luckman mengakui bahwa porsi pendapatan bisnis Adaro saat ini masih didominasi dari batu bara termal. Namun sedikit demi sedikit, perseroan tengah beralih batu bara kokas (coking coal). Coking coal bukanlah batu bara yang digunakan untuk menghasilkan energi, melainkan batu bara yang diambil bahan bakunya untuk membuat baja.
Perseroan percaya, bisnis batu bara metalurgi tersebut akan prospektif karena sampai saat ini belum ada penggantinya untuk pembuatan baja. Sehingga selama ekonomi dunia masih berjalan dan pembangunan infrastruktur berlanjut, Luckman yakin baja masih banyak dibutuhkan. Sementara negara yang bisa menghasilkan baja saat ini tidak banyak, antara lain hanya Mongolia, Kanada, Amerika, Australi, dan Indonesia.
Rekomendasi Saham
Sementara itu, RHB Sekuritas merekomendasikan trading buy saham ADRO pada target harga Rp 3.400 dari sebelumnya Rp 1.900 dengan potensi upside 30%. Proyeksi ini sejalan dengan kinerja dari Adaro Energy sepanjang 2021 yang melampaui ekspektasi. Pada periode tersebut, perseroan berhasil mencetak kenaikan pendapatan hingga 58% menjadi US$ 3,99 miliar, dibanding tahun 2020 sebesar US$ 2,53 miliar.
“Tingginya harga komoditas batu bara meningkatkan margin perseroan dengan NPM selama 2021 23% dibanding 2020 yakni 6%,” jelas RHB Sekuritas dalam risetnya.
Kenaikan harga batu bara saat ini sejalan dengan kekhawatiran terhambatnya supply bahan bakar akibat ketegangan geopolitik. Hal ini diperkirakan menjadi katalis utama selama 2022.
RHB Sekuritas memperkirakan harga batu bara Newcastle selama 2022 tetap tinggi di atas US$ 200 per ton dibandingkan proyeksi tahun lalu yakni US$ 136 per ton. Meski begitu, kemungkinan penurunan harga masih bisa terjadi dari kembali normalnya permintaan pada kuartal II dan III.
Beberapa faktor lainnya seperti pemulihan pasokan secara tiba-tiba, dukungan cuaca yang lebih kering di Indonesia dan Australia, akan membuat produksi berpotensi untuk dikurangi. Selain itu, meredanya ketegangan kedua pihak (Rusia vs Ukraina) yang sedang berseteru ataupun adaptasi penggunaan energi terbarukan yang lebih cepat, bisa menjadi salah satu faktor yang menekan kenaikan harga batu bara.
Dengan demikian, RHB Sekuritas memproyeksikan Adaro Energy pada tahun ini mampu kembali mencetak rekor pendapatan baru dengan lonjakan laba bersih sebanyak 18%, seiring potensi harga jual rata-rata yang ikut naik 11% atau US$ 82,5 per ton.
Peningkatan laba bersih sebagian besar akan ditopang oleh penjualan ekspor, ditambah target ADRO untuk meningkatkan volume produksi menjadi 58 juta ton atau naik 10% secara tahunan. Biaya operasional juga akan naik akan tetapi dengan prospek bisnis batu bara yang sedang baik saat ini, ADRO tetap mampu mempertahankan margin yang besar dan kuat dengan NPM 2022 22% dibanding rata-rata 10 tahun terakhir pada 11%.
Demikian juga dengan harga saham dari ADRO. RHB Sekuritas yakin sentimen yang kuat pada komoditas batu bara akan menjadi pendorong utama kinerja saham dengan potensi kenaikan 16%. Kenaikan harga saham bahkan diproyeksikan bisa lebih tinggi dibanding dengan kinerja dari perseroan dan dapat menjadi potensi downside di tengah tingginya volatilitas harga komoditas.
Karena itu tahun ini RHB menetapkan target harga saham ADRO pada Rp 3,400 berasal dari target 7,9 kali P/E untuk rentang periode 2022 hingga 2023. Saat ini ADRO diperdagangkan rasio P/E 5,5 kali yang merepresentasikan potensi upside 30%.
Editor : Theresa Sandra Desfika (theresa.sandra@investor.id)
Sumber : Investor Daily