Ely Rahmawati (redaksi@investor.id)
JAKARTA, investor.id – PT Bumi Resources Tbk (BUMI) diproyeksikan dapat mengembalikan nilai bagi pemegang saham usai melaksanakan penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (non-HMETD) atau private placement senilai Rp 24 triliun. Sentimen positif terhadap pergerakan sahamnya diprediksi berlanjut.
Analis Samuel Sekuritas Jonathan Guyadi dan Prasetya Gunadi mengungkapkan, pihaknya memproyeksikan BUMI dapat mencetak EBITDA sebesar US$ 492 juta pada 2022 dan US$ 456 juta pada 2023, dengan asumsi harga batu bara tetap di atas US$ 400 per ton pada 2022. Selain itu, masuknya investor strategis akan membantu BUMI meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG).
“Kami memberikan rekomendasi buy. Investor strategis baru melalui private placement akan membantu meningkatkan GCG,” tulis Jonathan dan Prasetya dalam risetnya.
BUMI berencana menerbitkan maksimal 200 miliar saham biasa seri C dengan harga pelaksanaan Rp 120 per saham tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (private placement). Perusahaan akan menggunakan dana hasil private placement untuk melunasi sisa kewajiban utangnya, yang diproyeksikan mencapai US$ 1,54 miliar pada saat dilaksanakan aksi korporasi tersebut.
Jika placement berhasil, BUMI dapat mengantongi dana hingga Rp 24 triliun (US$ 1,6 miliar), yang cukup untuk melunasi semua utang dalam PKPU perseroan. Ini akan menjadi katalis positif bagi BUMI, karena akan membantu perusahaan menurunkan beban bunga US$ 130 juta per tahun, meningkatkan laba per saham (EPS) sekitar 15%, dan mengubah BUMI menjadi perusahaan dengan net cash pada 2023.
Selain itu, lanjut analis, masuknya investor strategis diharapkan dapat membantu meningkatkan GCG BUMI, serta memberikan sentimen positif terhadap harga sahamnya. Secara operasional, BUMI mampu memproduksi total 81,6 juta ton batu bara pada 2022 atau naik 3% (yoy).
Hal itu dengan catatan perkiraan harga jual rata-rata (ASP) batu bara sebesar US$ 114 per metrik ton, lebih rendah dari perkiraan perusahaan sebesar US$ 120-125 per metrik ton dan biaya produksi sebesar US$ 46 per metrik ton. “Kami memproyeksikan BUMI akan mencatat pertumbuhan laba bersih sebesar 238% (yoy) menjadi US$ 570 juta pada 2023,” jelas Jonathan dan Prasetya.
Namun, pada 2023, laba bersih BUMI kemungkinan sedikit menurun menjadi US$ 512 juta, estimasi harga batu bara diturunkan menjadi US$ 171 per metrik ton dari US$ 332 per metrik ton di 2022. Meski demikian, jika memasukkan rencana private placement, laba bersih BUMI diproyeksikan tumbuh menjadi US$ 587 juta pada 2023 atau lebih tinggi 3,4% dari 2022.
“BUMI rekomendasinya beli dengan target harga Rp 305. Kami memberikan target harga berbasis DCF sebesar Rp 305 untuk BUMI, menyiratkan valuasi cadangan batu bara sebesar US$ 1,15 per metrik ton, jauh lebih rendah dari ADRO (US$ 5,63 per metrik ton) dan ITMG (US$ 6,73 per metrik ton),” sebut Jonathan dan Prasetya.
Sementara itu, pada perdagangan Senin (3/10/2022), BUMI ditutup pada harga Rp 142. Dengan target harga Rp 305, berarti potensi cuan dari saham BUMI masih besar, yakni 115%.
Saat ini, analis belum memasukkan rencana private placement dalam kalkulasi, karena masih menunggu persetujuan pemegang saham di RUPSLB. Meski demikian, menurut perhitungan, placement tersebut akan meningkatkan valuasi perusahaan menjadi US$ 3,7 miliar (US$ 1,49 per metrik ton) dari nilainya saat ini US$ 2,9 miliar (US$ 1,15 per metrik ton).
Risiko utama dari rekomendasi ini adalah harga batu bara yang lebih rendah dari perkiraan dan penurunan produksi.
Editor : Jauhari Mahardhika (jauhari@investor.co.id)
Sumber : Investor Daily