Parluhutan Situmorang (redaksi@investor.id)
JAKARTA, Investor.id – Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara akan menjadi kunci kebangkitan emiten konstruksi. Apalagi, proyek ibu kota baru ini ditargetkan sudah terealisasi setidaknya hingga 2024 yang didukung dengan kehadiran istana negara dan kantor-kantor pemerintah.
Berdasarkan data total kontrak yang sudah dimenangkan beberapa emiten konstruksi dari proyek ini telah mencapai Rp 5,3 triliun. Angka tersebut baru sedikit dari target total anggaran yang diprediksi untuk menuntaskan proyek tersebut sebanyak US$ 32 miliar.
CLSA Sekuritas Indonesia dalam riset terbarunya menyebutkan bahwa nilai proyek Rp 5,3 triliun tersebut terdiri tas 19 paket pekerjaan mulai dari pembangunan jalan, jalan ton, jembatan, dan dam. “Meski nilai proyek yang baru ditawarkan baru mencapai US$ 5,3 triliun, tapi kami menilai langkah tersebut sudah menjadi awal yang baik,” tulis riset tersebut.
Kontrak baru tersebut tidak hanya menggaet emiten konstruksi BUMN, tetapi perusahaan swasta besar hingga kecil berpartisipasi. Bahkan, beberapa pengembang properti telah menyatakan ketertarikan untuk mengembangkan residensial di kawasan tersebut.
Sekuritas tersebut menyebutkan bahwa proyek infrastruktur dan residensial menjadi dua proyek utama di IKN Nusantara. Hal ini tentu akan menjadi katalis positif terhadap emiten kontraktor dan properti.
Sedangkan momentum terbaik menghinggapi emiten kontraktor setelah dua tahun terakhir mengalami kelesuan setelah terimbas pandemi. “Kami memperkirakan pertumbuhan kontrak baru emiten ini mencapai 13% tahun 2022, dibandingkan realisasi tahun lalu hanya 4%,” tulisnya.
Sedangkan pengembangan kawasan perumahan akan menjadi sentimen positif terhadap emiten properti. Berdasarkan data PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), dan PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) telihat menjadi emiten properti yang paling diuntungkan atas dimulainya pengembangan IKN.
Terkait emiten konstruksi yang paling diuntungkatan atas kehadiran proyek ini adalah PT PP (Persero) Tbk (PTPP) dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT). Hal ini mendorong kami untuk mempertahankan rekomendasi outperform saham PTPP dan WSKT dengan target harga masing-masing Rp 1.175 dan Rp 630.
Target harga tersebut juga mempertimbangkan revisi naik target laba bersih PTPP dari Rp 649 miliar menjadi Rp 795 miliar pada 2023. Sedangkan target laba ebrsih WSKT direvisi naik dari semula Rp 552 miliar menjadi Rp 574 miliar. Tahun ini, laba bersih PTPP diprediksi Rp 387 miliar dan WSKT diproyeksikan rugi bersih Rp 202 miliar.
Editor : Parluhutan (parluhutan@investor.co.id)
Sumber : Investor Daily