Jakarta, CNBC Indonesia – Belakangan puluhan produsen minyak goreng (migor) dipaksa menekan harga oleh pemerintah di tengah lonjakan harga migor. Salah satu merek ternama di pasar Migor di Indonesia adalah Bimoli yang tersohor.
Jejak Bimoli di pasar migor Indonesia tak terpisahkan dari sosok Oei Ek Tjong alias Eka Tjipta Widjaja.
Oei Ek Tjong berusia sembilan tahun ketika dibawa dari Quangzhou oleh ayahnya ke Makassar. Sejak belasan tahun Oei Ek Tjong dia sudah mulai belajar berbisnis. Mula-mula di toko kelontong ayahnya dan juga berdagang dari pintu ke pintu.
Pada masa mudanya, Oei Ek Tjong pernah jadi pemborong kuburan; berternak dan tentu saja berdagang barang kebutuhan sehari-hari. Di masa muda pula dia mengalami jatuh bangun, ketika tentara Jepang menduduki Indonesia. Golongan Tionghoa adalah golongan yang dipinggirkan militer Jepang ketika PD II.
Di zaman Jepang, seperti disebut dalam Ensiklopedia Indonesia P-Z (1992:469), dia ternak babi lalu setelah Jepang kalah pada 1945 dia menjual babi-babinya. Kemudian dia mendirikan pabrik mendirikan sebuah pabrik roti, sirup, limun dan biskuit.
Oei Ek Tjong berada di Makassar ketika Sulawesi Selatan bergolak. Dalam buku Sudwikatmono sebuah perjalanan di antara sahabat (2009:211) disebut Oei Ek Tjong
“menjadi pemasok kebutuhan logistik TNI seperti teh, kopi, gula, sirup, dendeng dan rokok yang saat itu sedang menumpas pemberontakan Andi Azis dan Kahar Muzakar.”
“Tahun 1950 ia mulai berdagang kopra sampai Pulau Selayar. Tahun 1957 dia pindah ke Surabaya,” tulis Sam Setyautama dalam Tokoh-Tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia (2008:261). Dia terus jadi pengusaha meski kebijakan politik nasional tidak berpihak padanya. Dari Surabaya dia kemudian ke Jakarta.
Awal 1960an dia mendirikan CV Sinar Mas, yang bergerak di bidang ekspor-impor. Dia mengirim komoditas dan mengimpor tekstil dari luar. Oei Ek Tjong lalu punya nama lain Eka Tjipta Widjaja.
Tahun 1968 menjadi tahun penting dalam sejarah hidupnya. Dimana di membangun pengilangan minyak kelapa bernama CV Bitung Manado Oil. Bitung dan Manado adalah nama kota penting di Sulawesi Utara yang penghasil kopra. Produk yang dijualnya kemudian dikenal sebagai Bimoli. Nama seolah menjadi singkatan dari nama perusahaan Bitung Manado Oil Limited.
Setelah bertahun-tahun masuk pasar, merek Bimoli cemerlang di pasaran migor. Bustanil Arifin dalam Analisis ekonomi pertanian Indonesia (2004:193) menyebut Migor merek Bimoli (pernah) menguasai 75 persen pasar minyak goreng dalam negeri.
Migor Bimoli kemudian tak hanya sukses di pasaran, namun juga diingat orang. Eka Tjipta lalu sempat digelari Raja Minyak Goreng Indonesia dan dia mulai menjadi pengusaha berpengaruh. Sekitar tahun 1970an, Liem Sioe Liong kemudian mendekatinya. Hasil patungan mereka lahirnya PT Sinar Mas Inti Perkasa.
Dalam PT Sinar Mas Inti Perkasa, seperti disebut Richard Borsuk dan Nancy Chng dalam Liem Sioe Liong dan Salim Group (2016:307) Eka hanya memiliki saham 45 persen. Liem juga 45 persen dan sisanya, 10 persen dimiliki Sigit bin Soeharto.
Setelah 1991, Eka dan Liem pecah kongsi di bisnis migor. Sinar Mas milik Eka keluar dari perkongsian itu tanpa Bimoli, namun terus berbisnis minyak goreng juga. Sinar Mas membawa merek minyak goreng Kunci Mas dan Filma.
Setelah sukses dengan migor Bimoli, bisnis Eka kemudian melebar di luar minyak goreng. Eka Tjipta dikenal sebagai pemilik pabrik kertas Tjiwi Kimia, pabrik margarin PT Smart dan Bank Internasional Indonesia (BII). Selain di bidang makanan, kertas dan keuangan, Eka Tjipta terjun pula ke industri perkebunan, perhotelan dan real estate. Semuanya berada di bawah kendali grup Sinar Mas.
TIM RISET CNBC INDONESIA