EmitenNews.com—PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) menyampaikan hasil penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham yang dilaksanakan pada tanggal 23 September 2022.
Rapat Umum Pemegang Saham Telah memenuhi kuorum karena dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili 39.108.442.820 saham atau 95,09% dari seluruh saham dengan hak suara yang sah yang telah dikeluarkan oleh Perseroan, sesuai dengan Anggaran Dasar Perseroan dan Peraturan Perundangan yang berlaku.
Risalah RUPSLB emiten bank syariah terbesar itu menyebutkan, Pemegang saham menyetujui Perseroan melakukan peningkatan modal ditempatkan dan disetor Perseroan melalui mekanisme Penambahan Modal dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu I (PMHMETD I) atau right Issue, yaitu dengan cara penerbitan saham baru sebanyak-banyaknya 6 miliar saham seri B dengan nilai nominal sebesar Rp500 per saham, dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Mengukuhkan pemberhentian dengan hormat Muhammad Zainul Majdi atau TGB sebagai Wakil Komisaris Utama merangkap Komisaris Independen Perseroan terhitung sejak tanggal 5 Agustus 2022 dengan ucapan terima kasih atas sumbangan tenaga dan pikiran yang diberikan selama menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris Perseroan.
Adapun seperti diketahui bahwa Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) mengundurkan diri sebagai Wakil Komisaris Utama (Wakomut) Bank Syariah Indonesia (BSI). Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengucapkan terima kasih atas kontribusi mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) itu, dalam kontribusinya pada perkembangan BSI. Di bidang politik, TGB juga mundur dari keanggotaan Partai Golkar. Ia kini petinggi Partai Perindo.
Tuan Guru Bajang dilantik sebagai Wakil Komisaris Utama merangkap Komisaris Independen BSI dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 24 Agustus 2021. TGB dilantik bersama Adiwarman Azwar Karim yang ditunjuk sebagai Komisaris Utama merangkap Komisaris Independen BSI.
Dari sisi bisnis, Rencana Bank Syariah Indonesia alias BSI (BRIS) mengakuisisi Unit Usaha Syariah PT Bank Tabungan Negara (BBTN) dinilai tidak mudah. Rencana tersebut dinilai sulit terwujud dalam waktu dekat. Setidaknya ada tiga faktor rencana itu, sulit terealisir. Mulai kondisi internal hingga alasan jumlah saham publik masih minim.
Analis MNC Sekuritas Tirta Gilang Citradi mengatakan, faktor pertama BSI masih dalam tahap konsolidasi internal paska-merger raksasa antara BSM, BNI Syariah, dan BRI Syariah. Tantangan terberat BSI yaitu menyatukan tiga bank menjadi satu kekuatan. Di mana, culture, way of working, dan mindset karyawan sudah pasti banyak perbedaan. ”Ambisi boleh saja setinggi langit, tapi internalisasi tidak segampang yang dibayangkan, dan itu dapat mempengaruhi kinerja perseroan,” tutur Titta Gilang.
Faktor Kedua, BSI memiliki pekerjaan rumah tidak mudah, dan mesti direalisasikan segera. Yaitu menambah jumlah saham publik (free float), dan meningkatkan permodalan melalui penerbitan saham baru atau right issue. Setelah merger tiga bank syariah, porsi kepemilikan saham publik BSI terdilusi hingga tersisa 7 persen.
Sedang ketentuan Bursa Efek Indonesia (BEI) mensyaratkan free float minimal 7,5 persen. Bank Mandiri tercatat sebagai pemegang saham pengendali dengan porsi kepemilikan 50,83 persen, BNI 24,85 persen, dan BRI 17,25 persen. ”Untuk menambah free float, BSI katanya akan right issue akhir tahun ini atau awal tahun depan. Tapi, sejauh ini, Bank Mandiri sebagai pengendali BSI belum memberi penjelasan clear soal itu. Kesiapan Bank Mandiri menjadi sangat krusial karena harus menginjeksi dana cukup besar agar porsi kepemilikan saham tidak terdilusi,” jelas Tirta.
Nah, daripada memikirkan akuisisi bank lain, idealnya BSI fokus pada agenda free float melalui skema right issue. Setelah mengantongi tambahan modal, rasio kecukupan modal (CAR) BSI baru akan terlihat lebih meyakinkan untuk tumbuh secara anorganik atau menampung UUS milik Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang kesulitan memenuhi ketentuan permodalan.